Selasa, 18 September 2012

Jika aku menjadi ...



Aku ingin menjadi ... 

Di sebuah kampung di daerah pegunungan, hiduplah keluarga kecil yang bekerja sebagai tukang batu. Keluarga ini hanya memiliki satu anak yang bernama Grey. Grey adalah anak yang rajin. Dia selalu membantu orang tuanya yang bekerja sebagai tukang batu. Selain membantu ayahnya bekerja memecah batu, dia juga rajin membantu ibunya menyiapkan bekal makanan untuk bekerja. Setiap hari dia juga bangun pagi-pagi untuk menyiapkan peralatan kerja ayahnya.



Grey juga baik dengan teman-temannya. Dia suka bermain dengan mereka. Dia juga gemar menolong teman yang sedang kesulitan. Oleh sebab itu, dia memiliki banyak teman.

Namun, hari ini Grey tidak seperti biasanya. Dia tidak membantu ayahnya yang sedang memecah batu. Ayah pun merasa ada yang tidak wajar dengannya. Wajahnya murung dan memandang keatas. Dia terlihat sedang memikirkan sesuatu. Karena penasaran ayah berteriak memanggil Grey. 'Greeey !.' Teriak ayah. Terikan ayah mengagetkan Grey, hingga dia seperti orang yang bingung.

Dalam hati, Grey ternyata memikirkan tentang pekerjaan ayahnya yang bisa dibilang pekerjaan rendahan. Dia menganggap ayahnya adalah orang yang lemah. Karena sehari saja tidak bisa memecahkan banyak batu. Padahal memang kondisi ayahnya sudah tidak muda lagi seperti dulu.

Grey ternyata tidak menghiraukan teriakan ayah. Dia pun melanjutkan melamunnya...

Dalam lamunannya, di melihat matahari yang besar dan panas. Dia bergumam 'Matahari ini yang selalu membuat ayah merasa cepat lelah dan kehausan. Andai aku jadi matahari, aku tidak akan membuat ayah kepanasan, sebaliknya aku akan membuat orang lain kepanasan, biar mereka merasakan apa yang dirasakan oleh ayah.'

Dia pun berbaring dan tertidur...

Dalam tidurnya, tiba-tiba saja dia berubah menjadi matahari. Dan benar saja, dia langsung membakar kulit semua orang. Semua orang merasa kepanasan, mereka berlarian kesana kemari. Namun, Grey si matahari juga tidak diam saja, dia mengikuti kemanapun orang-orang itu lari.



Saat semua orang tidak menemukan tempat lain untuk berteduh, tiba-tiba ada benda raksasa yang menutupi Grey si matahari. Ya, benda itu awan tebal yang berwarna hitam. Ternyata sinar Grey tidak bisa mengalahkan pekat dan tebalnya awan itu. Dia pun menjadi sangat kesal. Karena awan itu menurunkan air hujan yang menyejukkan. Semua orang pun bersorak-sorai.



Grey si matahari sadar, bahwa selain matahari ada lagi yang lebih kuat. Yakni awan, yang bisa mengalahkan terik dan panasnya matahari, bahkan merubahnya menjadi udara yang sangat menyejukkan dengan air hujannya.

Setelah itu, dia mengandaikan dirinya menjadi awan…
Dan tiba-tiba saja dia menjadi awan.



Saat ini, Grey si awan sangat gembira. Karena sekarang dia yakin bahwa tidak ada lagi yang lebih kuat dari awan.

Grey si awan mulai membuat kepanikan lagi. Dia menurunkan hujan yang tidak berhenti-henti. Semua orang panik, karena rumah mereka hampir tenggelam. Grey si awan tidak mempedulikan kondisi orang-orang yang hanyut terbawa air, bahkan dia tertawa lebar. ‘hahahaha akhirnya akulah yang paling kuat, aku bukanlah tukang batu yang lemah, aku kuat hahaha aku kuaaat hahaha.’ Begitulah dia tertawa dengan puasnya.

Namun, saat Grey si awan sedang menurunkan hujan disana-sini, tiba-tiba ada yang menggeser tubuhnya menjauhi perkampungan. Angin membawa Grey si awan semakin jauh dari kampung. Benar saja, Grey si awan tidak bisa berbuat apa-apa selain mengikuti arah angin membawanya.

Dia pun kesal. Ternyata ada yang lebih kuat dari matahari dan awan. Yaitu angin. ‘Yah, Angin lebih kuat dan hebat dari matahari dan awan.’ Grey si awan bergumam.

Seperti biasa, saat dia menganggap ada yang lebih kuat, dia sangat menginginkan agar menjadi lebih kuat dan hebat lagi.

Dia pun mengandaikan dirinya lagi untuk menjadi angin…
Dan seperti biasa, tiba-tiba saja dia menjadi angin.



Saat dia menjadi angin, senyum rasa puasnya melebihi saat dia menjadi awan. Karena sekarang dia sangat yakin bahwa tidak ada lagi yang lebih kuat selain angin. Dengan angin dia bisa membuat angin ribut yang akan memporakporandakan seluruh kampung dan peternakan.

Grey si angin pun memulai aksinya dengan membuat angin ribut di tengah-tengah kampung. Semua orang panik.

Saat mereka berlindung dirumah, Grey si angin menarik rumah itu. Saat mereka di bawah pohon, Grey si angin mencabut pohon itu. Hingga dia yakin tidak ada lagi tempat buat orang-orang berlindung.

Namun, ada satu tempat yang dia lupakan. Yah, gunung. Orang-orang berlarian menuju ke goa yang ada di dalam gunung.

Dengan sangat yakinnya, Grey si angin mengarahkan angin ributnya kegunung itu. Dia bermaksud untuk menarik dan mencabut gunung itu dari tanah.

Namun sia-sia saja. Seberapa pun kuat dia menarik dan mencabutnya. Gunung itu tidak bergerak sedikitpun. Akhirnya dia putus asa dan harus mengakui bahwa ada yang lebih kuat darinya.

Untuk yang kesekian kalinya, Grey si angin ingin menjadi kuat seperti gunung.

Dia pun mengandaikan dirinya menjadi gunung yang besar dan kokoh…
Dan seperti biasanya, tiba-tiba dia berubah menjadi gunung.



Sekarang dia yakin sekali bahwa tidak ada yang lebih kuat selain gunung. Setelah sebelumnya dia beranggapan bahwa yang lbih kuat itu adalah matahari, awan dan angin.

Namun, betapa terkejutnya Grey si gunung di pagi hari. Karena banyak orang yang mengambil batu dari tubuhnya dan memecah batu-batu itu menjadi kecil. Dan salah satu orang itu adalah ayahnya yang sudah tua namun masih bekerja dengan gigih.

Dia pun tidak bisa berbuat apa-apa selain menyesal. Bahwa yang lebih kuat dari matahari, awan, angina dan gunung adalah ayahnya yang bekerja tanpa mengenal lelah untuk menghidupi keluarganya.

Tiba-tiba saja dia terbangun dari tidurnya dan segera berlari menuju ayahnya yang sedang memecah batu. Dia memeluk ayahnya dan meminta maaf. Dia pun menjadi lebih giat lagi membantu ayahnya. TAMAT.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar